MATERI AJAR “PEDOSFER”
Ø Proses Pembentukan Tanah
Ø factor
pembentuk tanah,
Ø komponen/unsure
tanah,
Ø sifat
fisik dan kimia tanah
Ø Jenis tanah dan
persebarannya di Indonesia
Proses Pembentukan Tanah
Tanah adalah bagian dari lahan yang tersusun dari
bahan-bahan anorganik dan organic
•
Proses pembentukan
tanah adalah melalui pelapukan (fisis, kimia, organis)
•
Komponen
tanah = mineral, bahan organic, air dan udara.
•
Factor
yang mempengaruhi pembentukan tanah = iklim, organisme, bahan induk,
topografi,waktu (t=i,o,bi,t,w).
HORISON A (Top Soil)
1.
Lapisan tanah teratas dan mengandung bahan organik.
2. Merupakan tanah muda / baru terbentuk
3. Adanya zone perakaran dan kegiatan jazad
hidup tanah (cacing)
HORISON B (Sub Soil)
1. Mengandung bahan organic tetapi kadarnya
kurang dibanding horizonA
2. merupakan zone pengendapan partikel tanah
yang tercuci dari horison A
HORISON C (Regolith)
1. Terdiri atas tanah tapi masih menunjukkan
ciri-ciri batuan induk
HORISON R (BED ROCK)
1. Merupakan lapisan batuan induk yang masih padu
Sifat-Sifat
fisik dan
kimia Tanah
a)
Warna tanah,
merupakan petunjuk sifat fisik tanah.
Perbedaan warna tanah disebabkan oleh perbedaan kandungan bahan
organiknya. Semakin
tinggi kandungan bahan organik, warna yang terjadi semakin tua atau
gelap. Pada lapisan atas kandungan bahan organiknya lebih tinggi
daripada tanah pada lapisan bawah, sehingga semakin ke atas warnanya
semakin tua.
Selain itu, kandungan Fe juga
berpengaruh pada warna tanah. Tanah yang mengandung Fe++ (keadaan
reduksi) akan berwarna
abu-abu, contohnya tanah yang tergenang air. Tanah yang
mengandung Fe+++ (keadaan oksidasi)
akan berwarna merah kecokelatan, contohnya tanah berdrainase baik.
Untuk menentukan jenis tanah
berdasarkan warnanya, dapat dilihat Klasifikasi Munsel Soil Colour Chart.
b)
Batas horizon,
merupakan batas antara horizon yang
satu dengan yang lainnya. Batas horizon ini dibedakan menjadi batasan
yang nyata dengan lebar
peralihan 6,5–125 cm dan batasan yang baru dengan lebar peralihan > 12,5 cm.
c)
Tekstur tanah,
merupakan ukuran butiran tanah yang
dapat menunjukkan
kasar halusnya tanah. Tekstur tanah terdiri dari bahan kasar dan bahan halus (pasir, debu, dan
liat). Bahan kasar adalah
bahan yang
berukuran > 2 mm.
d)
Struktur tanah,
adalah ikatan antarbutiran-butiran
pasir, debu dan liat oleh bahan organik atau oksida besi yang membentuk
gumpalan. Struktur tanah
menurut bentuknya dibedakan menjadi bentuk lempung, prisma, tiang, gumpal,
granular, dan remah.
e). Permeabilitas Tanah
Permeabilitas tanah
adalah cepat atau lambatnya air meresap ke dalam tanah melalui pori-pori tanah
ke arah horizontal maupun ke arah vertikal.
Cepat/lambatnya
perembesan air ini sangat ditentukan oleh tekstur tanah. Semakin kasar tekstur
tanah maka semakin cepat perembesan air.
f). Porositas
Porositas tanah
adalah besar kecilnya pori-pori tanah yang tidak terisi oleh oleh bahan padat
(terisi udara dan air).
Tanah pasir
memiliki pori-pori yang besar (makro) sehingga tidak dapat menyimpan air
g) Drainase tanah, adalah
kemampuan tanah untuk menyerap air yang berada di atas permukaannya. Tanah berdrainase baik
berwarna merah kecokelatan, sedangkan tanah berdrainase buruk biasanya berwarna keabu-abuan
karena sering tergenang air dan terjadi reduksi Fe, sehingga kurang baik
untuk ditanami karena keadaan tanah yang lembap dapat memicu tumbuhnya jamur dan bakteri.
h) Konsistensi, sangat
berpengaruh terhadap teknis pengolahan tanah. Pada kondisi agak basah dapat dibedakan
menjadi tanah gembur (mudah diolah, tidak lengket, dan gumpalan mudah
dihancurkan) dan tanah teguh (sulit diolah, lengket, dan gumpalan
sulit dihancurkan). Dalam keadaan kering dapat dibedakan menjadi tanah
lunak dan tanah keras.
Sifat Kimia Tanah
1. pH Tanah
•
Keadaan pH tanah adalah derajat keasaman larutan-larutan dalam
tanah.
•
Tinggi rendahnya derajat pH sangat dipengaruhi faktor-faktor
pembentuk tanah dan kepekatan ion-ion hidrogen (H+) dan hidroksil
(OH-) di dalam tanah.
•
Semakin tinggi ion
hidrogen dalam tanah, semakin tinggi tingkat keasaman tanah
2. Kandungan bahan organik
dalam tanah
merupakan salah
satu faktor yang berperan dalam menentukan keberhasilan suatu budidaya
pertanian. Hal ini dikarenakan bahan organik dapat meningkatkan kesuburan
kimia, fisika maupun biologi tanah. Penetapan kandungan bahan organik dilakukan
berdasarkan jumlah C-Organik
3. Unsur Hara
Tanaman memerlukan makanan yang
sering disebut hara tanaman. Berbeda dengan manusia yang menggunakan bahan
organik, tanaman menggunakan bahan anorganik untuk mendapatkan energi dan
pertumbuhannya.
Dengan fotosintesis, tanaman mengumpulkan karbon yang ada di atmosfir yang
kadarnya sangat rendah, ditambah air yang diubah menjadi bahan organik oleh
klorofil dengan bantuan sinar matahari. Unsur yang diserap untuk pertumbuhan
dan metabolisme tanaman dinamakan hara tanaman. Mekanisme perubahan unsur hara
menjadi senyawa organik atau energi disebut metabolsime.
Dengan menggunakan hara, tanaman
dapat memenuhi siklus hidupnya. Fungsi hara tanaman tidak dapat digantikan oleh
unsur lain dan apabila tidak terdapat suatu hara tanaman, maka kegiatan
metabolisme akan terganggu atau berhenti sama sekali. Disamping itu umumnya
tanaman yang kekurangan atau ketiadaan suatu unsur hara akan menampakkan gejala
pada suatu organ tertentu yang spesifik yang biasa disebut gejala kekahatan.
Unsur hara yang diperlukan tanaman
adalah Karbon (C), Hidrogen (H), Oksigen (O), Nitrogen (N), Fosfor (P), Kalium
(K), Sulfur (S), Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), Seng (Zn), Besi (Fe), Mangan
(Mn), Tembaga (Cu), Molibden (Mo), Boron (B), Klor (Cl), Natrium (Na), Kobal
(Co), dan Silikon (Si). Unsur Na, Si, dan Co dianggap bukan unsur hara
essensial, tetapi hampir selalu terdapat dalam tanaman. Misalnya, unsur Na pada
tanaman di tanah garaman yang kadarnya relatif tinggi dan sering melebihi kadar
P (Fosfor). Silikon (Si) pada tanaman padi dianggap penting walaupun tidak
diperlukan dalam proses metabolsime tanaman. Jika tanaman padi mengandung Si
yang cukup, maka tanaman tersebut lebih segar dan tidak mudah roboh diterpa
angin sehingga seakan-akan Si meningkatkan produksi tanaman.
JENIS-JENIS TANAH DI INDONESIA
Jenis tanah yang terdapat di Indonesia
bermacam-macam, antara lain:
1. Organosol atau Tanah Gambut atau
Tanah Organik
Jenis tanah ini berasal dari bahan
induk organik seperti dari hutan rawa atau rumput rawa, dengan ciri dan sifat:
tidak terjadi deferensiasi horizon secara jelas, ketebalan lebih dari 0.5
meter, warna coklat hingga kehitaman, tekstur debu lempung, tidak berstruktur,
konsistensi tidak lekat-agak lekat, kandungan organic lebih dari 30% untuk
tanah tekstur lempung dan lebih dari 20% untuk tanah tekstur pasir, umumnya
bersifat sangat asam (pH 4.0), kandungan unsur hara rendah.
Berdasarkan penyebaran topografinya, tanah
gambut dibedakan menjadi tiga yaitu:
a.
gambut ombrogen: terletak di
dataran pantai berawa, mempunyai ketebalan 0.5 – 16 meter, terbentuk dari sisa
tumbuhan hutan dan rumput rawa, hamper selalu tergenang air, bersifat sangat
asam. Contoh penyebarannya di daerah dataran pantai Sumatra, Kalimantan dan
Irian Jaya (Papua);
b. gambut
topogen: terbentuk di daerah cekungan (depresi)
antara rawa-rawa di daerah dataran rendah dengan di pegunungan, berasal dari
sisa tumbuhan rawa, ketebalan 0.5 – 6 meter, bersifat agak asam, kandungan
unsur hara relatif lebih tinggi. Contoh penyebarannya di Rawa Pening (Jawa
Tengah), Rawa Lakbok (Ciamis, Jawa Barat), dan Segara Anakan (Cilacap, Jawa
Tengah); dan
c.
gambut pegunungan: terbentuk di
daerah topografi pegunungan, berasal dari sisa tumbuhan yang hidupnya di daerah
sedang (vegetasi spagnum). Contoh penyebarannya di Dataran Tinggi Dieng.
Berdasarkan susunan kimianya tanah gambut
dibedakan menjadi:
a.
gambut eutrop, bersifat agak asam, kandungan O2 serta
unsur haranya lebih tinggi;
b.
gambut oligotrop, sangat asam,
miskin O2 , miskin unsur hara, biasanya selalu tergenang air; dan
c.
mesotrop, peralihan antara eutrop dan oligotrop.
2.
Aluvial
Jenis tanah ini masih muda, belum mengalami
perkembangan, berasal dari bahan induk aluvium, tekstur beraneka ragam, belum
terbentuk struktur , konsistensi dalam keadaan basah lekat, pH bermacam-macam,
kesuburan sedang hingga tinggi.
Penyebarannya di daerah dataran aluvial
sungai, dataran aluvial pantai dan daerah cekungan (depresi).
3.
Regosol
Jenis tanah ini masih muda, belum mengalami
diferensiasi horizon, tekstur pasir, struktur berbukit tunggal, konsistensi
lepas-lepas, pH umumnya netral, kesuburan sedang, berasal dari bahan induk
material vulkanik piroklastis atau pasir pantai. Penyebarannya di daerah lereng
vulkanik muda dan di daerah beting pantai dan gumuk-gumuk pasir pantai.
4.
Litosol
Tanah mineral tanpa atau sedikit
perkembangan profil, batuan induknya batuan beku atau batuan sedimen keras,
kedalaman tanah dangkal (< 30 cm) bahkan kadang-kadang merupakan singkapan
batuan induk (outerop). Tekstur tanah beranekaragam, dan pada umumnya berpasir,
umumnya tidak berstruktur, terdapat kandungan batu, kerikil dan kesuburannya
bervariasi. Tanah litosol dapat dijumpai pada segala iklim, umumnya di
topografi berbukit, pegunungan, lereng miring sampai curam.
5.
Latosol
Jenis tanah ini telah berkembang atau
terjadi diferensiasi horizon, kedalaman dalam, tekstur lempung, struktur remah
hingga gumpal, konsistensi gembur hingga agak teguh, warna coklat merah hingga
kuning. Penyebarannya di daerah beriklim basah, curah hujan lebih dari 300 –
1000 meter, batuan induk dari tuf, material vulkanik, breksi batuan beku
intrusi.
6.
Grumosol
Tanah mineral yang mempunyai perkembangan
profil, agak tebal, tekstur lempung berat, struktur kersai (granular) di
lapisan atas dan gumpal hingga pejal di lapisan bawah, konsistensi bila basah
sangat lekat dan plastis, bila kering sangat keras dan tanah retak-retak,
umumnya bersifat alkalis, kejenuhan basa, dan kapasitas absorpsi tinggi,
permeabilitas lambat dan peka erosi. Jenis ini berasal dari batu kapur, mergel,
batuan lempung atau tuf vulkanik bersifat basa. Penyebarannya di daerah iklim
sub humid atau sub arid, curah hujan kurang dari 2500 mm/tahun.
7.
Podsolik Merah Kuning
Tanah mineral telah berkembang, solum
(kedalaman) dalam, tekstur lempung hingga berpasir, struktur gumpal,
konsistensi lekat, bersifat agak asam (pH kurang dari 5.5), kesuburan rendah
hingga sedang, warna merah hingga kuning, kejenuhan basa rendah, peka erosi.
Tanah ini berasal dari batuan pasir kuarsa, tuf vulkanik, bersifat asam.
Tersebar di daerah beriklim basah tanpa bulan kering, curah hujan lebih dari
2500 mm/tahun.
8.
Podsol
Jenis tanah ini telah mengalami
perkembangan profil, susunan horizon terdiri dari horizon albic (A2) dan spodic
(B2H) yang jelas, tekstur lempung hingga pasir, struktur gumpal, konsistensi
lekat, kandungan pasir kuarsanya tinggi, sangat masam, kesuburan rendah,
kapasitas pertukaran kation sangat rendah, peka terhadap erosi, batuan induk
batuan pasir dengan kandungan kuarsanya tinggi, batuan lempung dan tuf vulkan
masam. Penyebaran di daerah beriklim basah, curah hujan lebih dari 2000
mm/tahun tanpa bulan kering, topografi pegunungan. Daerahnya Kalimantan Tengah,
Sumatra Utara dan Irian Jaya (Papua).
9.
Andosol
Jenis tanah mineral yang telah mengalami
perkembangan profil, solum agak tebal, warna agak coklat kekelabuan hingga
hitam, kandungan organik tinggi, tekstur geluh berdebu, struktur remah,
konsistensi gembur dan bersifat licin berminyak (smeary), kadang-kadang
berpadas lunak, agak asam, kejenuhan basa tinggi dan daya absorpsi sedang,
kelembaban tinggi, permeabilitas sedang dan peka terhadap erosi. Tanah ini
berasal dari batuan induk abu atau tuf vulkanik.
10.
Mediteran Merah – Kuning
Tanah mempunyai perkembangan profil, solum
sedang hingga dangkal, warna coklat hingga merah, mempunyai horizon B argilik,
tekstur geluh hingga lempung, struktur gumpal bersudut, konsistensi teguh dan
lekat bila basah, pH netral hingga agak basa, kejenuhan basa tinggi, daya
absorpsi sedang, permeabilitas sedang dan peka erosi, berasal dari batuan kapur
keras (limestone) dan tuf vulkanis bersifat basa. Penyebaran di daerah
beriklim sub humid, bulan kering nyata. Curah hujan kurang dari 2500 mm/tahun,
di daerah pegunungan lipatan, topografi Karst dan lereng vulkan ketinggian di
bawah 400 m. Khusus tanah mediteran merah – kuning di daerah topografi Karst
disebut terra rossa.
11.
Hodmorf Kelabu (gleisol)
Jenis tanah ini perkembangannya lebih
dipengaruhi oleh faktor lokal, yaitu topografi merupakan dataran rendah atau
cekungan, hampir selalu tergenang air, solum tanah sedang, warna kelabu hingga
kekuningan, tekstur geluh hingga lempung, struktur berlumpur hingga masif,
konsistensi lekat, bersifat asam (pH 4.5 – 6.0), kandungan bahan organik. Ciri
khas tanah ini adanya lapisan glei kontinu yang berwarna kelabu pucat pada
kedalaman kurang dari 0.5 meter akibat dari profil tanah selalu jenuh air.
Penyebaran di daerah beriklim humid hingga sub humid, curah hujan lebih dari
2000 mm/tahun.
12.
Tanah sawah (paddy soil)
Tanah sawah ini diartikan tanah yang karena
sudah lama (ratusan tahun) dipersawahkan memperlihatkan perkembangan profil
khas, yang menyimpang dari tanah aslinya. Penyimpangan antara lain berupa
terbentuknya lapisan bajak yang hampir kedap air disebut padas olah, sedalam 10
– 15 cm dari muka tanah dan setebal 2 – 5 cm. Di bawah lapisan bajak tersebut
umumnya terdapat lapisan mangan dan besi, tebalnya bervariasi antara lain
tergantung dari permeabilitas tanah. Lapisan tersebut dapat merupakan lapisan
padas yang tak tembus perakaran, terutama bagi tanaman semusim. Lapisan bajak
tersebut nampak jelas pada tanah latosol, mediteran dan regosol, samar-samar
pada tanah alluvial dan grumosol.
Metode Pengawetan Tanah
1.
Metode Vegetatif
Metode vegetatif adalah metode pengawetan
tanah dengan cara menanam vegetasi (tumbuhan) pada lahan yang dilestarikan.
Metode ini sangat efektif dalam pengontrolan erosi. Ada beberapa cara
mengawetkan tanah melalui metode vegetatif antara lain:
a.
Penghijauan,
yaitu penanaman kembali hutan-hutan gundul
dengan jenis tanaman tahunan seperti akasia, angsana, flamboyant. Fungsinya
untuk mencegah erosi, mempertahankan kesuburan tanah, dan menyerap debu/
kotoran di udara lapisan bawah.
b.
Reboisasi,
yaitu penanaman kembali hutan gundul dengan
jenis tanaman keras seperti pinus, jati, rasamala, cemara. Fungsinya untuk
menahan erosi dan diambil kayunya.
c.
Penanaman secara kontur (contour strip cropping),
yaitu menanami lahan searah dengan garis
kontur. Fungsinya untuk menghambat kecepatan aliran air dan memperbesar resapan
air ke dalam tanah. Cara ini sangat cocok dilakukan pada lahan dengan
kemiringan 3 – 8%
d.
Penanaman tumbuhan penutup tanah (buffering),
yaitu menanam lahan dengan tumbuhan keras
seperti pinus, jati, cemara. Fungsinya untuk menghambat penghancuran tanah
permukaan oleh air hujan, memperlambat erosi dan memperkaya bahan organik
tanah.
e.
Penanaman tanaman secara berbaris (strip cropping),
yaitu melakukan penanaman berbagai jenis
tanaman secara berbaris (larikan). Penanaman
berbaris tegak lurus terhadap arah aliran
air atau arah angin. Pada daerah yang hampir datar jarak tanaman diperbesar,
pada kemiringan lebih dari 8% jarak tanaman dirapatkan. Fungsinya untuk
mengurangi kecepatan erosi dan mempertahankan kesuburan tanah.
f.
Pergiliran tanaman (croprotation),
yaitu penanaman tanaman secara bergantian
(bergilir) dalam satu lahan. Jenis tanamannya disesuaikan dengan musim.
Fungsinya untuk menjaga agar kesuburan tanah tidak berkurang.
2.
Metode Mekanik/Teknik
Metode mekanik adalah metode mengawetkan
tanah melalui teknik-teknikn pengolahan tanah yang dapat memperlambat aliran
permukaan (run off), menampung dan menyalurkan aliran permukaan dengan kekuatan
tidak merusak.
Beberapa
cara yang umum dilakukan pada metode mekanik antara lain:
a.
Pengolahan
tanah menurut garis kontur (contour village), yaitu pengolahan tanah sejajar
garis kontur. Fungsinya untuk menghambat aliran air, dan memperbesar resapan
air.
b.
Pembuatan
tanggul/guludan/pematang bersaluran, yaitu dalam pembuatan tanggul sejajar
dengan kontur. Fungsinya agar air hujan dapat tertampung dan meresap ke dalam
tanah. Pada tanggul dapat ditanami palawija.
c. Pembuatan teras (terrassering), yaitu
membuat teras-teras (tangga-tangga) pada lahan miring dengan lereng yang
panjang. Fungsinya untuk memperpendek panjang lereng, memperbesar resapan air
dan mengurangi erosi.
d. Pembuatan saluran air (drainase). Saluran
pelepasan air ini dibuat untuk memotong lereng panjang menjadi lereng yang
pendek, sehingga aliran dapat diperlambat dan mengatur aliran air sampai ke
sungai. Metode pengawetan tanah akan sangat efektif apabila metode mekanik
dikombinasikan dengan metode vegetatif misalnya terrassering dan buffering.
3.
Metode Kimia
Metode
kimia dilakukan dengan menggunakan bahan kimia untuk memperbaiki struktur
tanah, yaitu meningkatkan kemantapan agregat (struktur tanah). Tanah dengan
struktur yang mantap tidak mudah hancur oleh pukulan air hujan, sehingga air
infiltrasi tetap besar dan aliran air permukaan (run off) tetap kecil.
Penggunaan bahan kimia untuk pengawetan tanah belum banyak dilakukan, walaupun
cukup efektif tetapi biayanya mahal. Pada saat sekarang ini umumnya masih dalam
tingkat percobaan-percobaan. Beberapa jenis bahan kimia yang sering digunakan
untuk tujuan ini antara lain Bitumen dan Krilium. Emulsi dari bahan kimia
tersebut dicampur dengan air, misalnya dengan perbandingan 1:3, kemudian
dicampur dengan tanah.
Sumber : Buku Sekolah Elektronik Kemdiknas dan Google.com